I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.
Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
• Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar¬kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2)
• Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20)
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.
B. Karakteristik Mata Pelajaran Keterampilan
Mata pelajaran Keterampilan berisi kumpulan bahan kajian yang memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat suatu benda kerajinan dan teknologi. Mata pelajaran keterampilan memiliki fungsi mengembangkan kreativitas, mengembangkan sikap produktif, mandiri, dan mengembangkan sikap menghargai berbagai jenis keterampilan/pekerjaan dan hasil karya. Keterampilan diberikan kepada peserta didik berupa teori tentang pengertian, jenis, fungsi, bahan, alat, dan teknik membuat benda. Keterampilan kerajinan dan teknologi tersebut diajarkan melalui membuat desain, membuat skema rangkaian, membuat resep, membuat benda, membuat kemasan, dan cara menyajikan serta menjual benda kerajinan dan teknologi. Keterampilan kerajinan dan teknologi mengembangkan sikap kreatif dan mandiri melalui pembelajaran berbagai jenis keterampilan. Keterampilan kerajinan meliputi kerajinan dari bahan lunak, keras baik alami maupun buatan dengan berbagai teknik pembentukan. Keterampilan teknologi meliputi rekayasa, budidaya, dan pengolahan, sehingga peserta didik mampu menghargai berbagai jenis proses membuat keterampilan dan hasil karya keterampilan kerajinan dan teknologi.
Berdasarkan substansinya, materi pembelajaran keterampilan meliputi wawasan apresiasi tentang keterampilan dan ruang lingkupnya, pengetahuan bahan dan alat, berkarya, dan penyajian karya, serta wawasan kewirausahaan. Dalam pelaksanaan pembelajarannya materi-materi atau kompetensi tersebut disampaikan berdasarkan bidang masing-masing atau terpadu sesuai porsi yang ada. Pada hakikatnya, pelaksanaan pembelajaran keterampilan ditekankan pada pembelajaran produktif, yaitu berkarya keterampilan kerajinan dan teknologi, penyajian karya, dan wawasan pemasaran karya untuk membentuk jiwa kewirausahaan peserta didik.
Pembelajaran keterampilan diarahkan agar peserta didk dapat mengembangkan kecaapan hidup (life skill ) yang meliputi keterampilan personal, social, pravokasional, dan akademik. Penekanan jenis ketrampilan dipilih oleh satuan pendidikan dan perlu mempertimbangkan minat dan bakat peserta didik serta potensi lokal, budaya, ekonomi, dan kebutuhan daerah.
Keterampilan personal dan social diperlukan untuk semua peserta didik, keterampilan akademik mereka yang akan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keterampilan pravokasional diperlukan mereka yang akan memasuki dunia kerja. Keterampilan pravokasional memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat diberbagai pengalaman apresiasi dan kreasi untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi peserta didik. Pembelajaran keterampilan memberikan bekal kepada peserta didik agar memiliki sikap adaptif, kreatif, dan inovatif melalui pengalaman belajar yang menekankan pada aspek fisik dan mental.
Pembelajaran keterampilan pravokasional adalah memfasilitasi pengalaman emosi, intelektual, fisik, sosial, etika, estetika, dan kreativitas dalam apresiasi dan kreasi berkarya keterampilan. Kegiatan keterampilan dimulai dari mengidentifikasi potensi lingkungan peserta didik untuk diubah dan dikembangkan untuk menjadi bermanfaat bagi kehidupan. Pembelajaran keterampilan dirancang secara sistematis melalui tahapan meniru, memodifikasi, mengubah, dan mencipta produk yang lebih bermanfaat.
Pembelajaran keterampilan terkait dengan pembelajaran bidang studi lainnya dalam kurikulum. Sebagai contoh, keterampilan dengan seni rupa, kerajinan dengan ekonomi, kerajinan dengan teknologi, teknologi dengan biologi, dan sebagainya. Keterkaitan pembelajaran antar bidang pelajaran ini memungkinkan pembelajaran secara kolaboratif yang dapat mengembangkan kecakapan hidup bagi lulusan.
Pembelajaran keterampilan kerajinan dan teknologi perlu dikaitkan dengan kebutuhan kehidupan di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, yang memiliki keragamaman seni dan budaya yang perlu ditumbuhkembangkan oleh generasi berikutnya. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan kerajinan dan teknologi perlu memperkenalkan keanekaragaman hayati dan budaya Indonesia. Berkaitan dengan itu, perlu digunakan strategi pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan dan pelestarian budaya tradisi di seluruh wilayah Nusantara.
Kerajinan dapat dibedakan atau dikelompokan menjadi kerajinan bahan alami dan buatan, kerajinan dari bahan lunak dan keras, dan kerajinan alternatif (mixed media). Jenis karya kerajinan tersebut didasarkan pada bahan dan teknik pembuatannya. Kerajinan menekankan pada keterampilan teknik pembuatan karya, dengan hasil berupa karya fungsional dan nonfungsional/hias. Kerajinan menggunakan berbagai media tertentu, misalnya kayu, bambu, logam, tanah liat, kertas, dan tekstil. Kerajinan dibentuk dengan teknik tertentu seperti ukir, raut, batik, anyam, sulam, tenun, makrame, jahit,dan sebagainya.
Keterampilan teknologi meliputi rekayasa membuat teknologi tepat guna (lampu saign, bel, interkom, ampli, dan benda bergerak), budidaya hewani dan nabati seperti buddidaya tanaman hias, ikan hias dan ikan air tawar, pengolahan membuat makanan dengan cara pengawetan, pengeringan, manisan, pengasinan basah dan kering. Keterampilan tersebut didasarkan pada keterampilan proses berkarya agar memiliki wawasan pengetahuan dan pengalaman berkarya teknologi.
Pembelajaran keterampilan perlu mengenalkan berbagai bentuk kerajinan dan teknologi tradisional dan modern yang ada di sekitar dan yang berkembang di seluruh wilayah Indonesia. Pembelajaran keterampilan kerajinan dan teknologi harus memfokuskan pada jenis kerajinan dan teknologi yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Dengan mempelajari jenis keterampilan kerajinan dan teknologi yang ada di nusantara peserta didik dapat memahami dan menghargai peranan keterampilan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kerajinan sebagai salah satu bentuk mata pencaharian atau bidang usaha yang memberikan kebanggaan tersendiri. Hal ini terbukti banyaknya bidang usaha kerajinan dan ekspor kerajinan ke berbagai negara. Devisa negara dari non migas yang cukup besar adalah dari sektor kerajinan. Demikian juga produk karya rekayasa, budidaya tanaman, budidaya hewan ternak, dan pengolahan makanan. Melihat kenyataan itu, perlu sejak dini sekolah mengenalkan kenyataan tersebut melalui pembelajaran di kelas dengan wawasan memberikan kecakapan untuk bekal hidup. Kerajinan adalah warisan budaya bangsa yang memiliki nilai luhur, nilai ekonomi, nilai simbolis yang memang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Pendidikan sekolah merupakan suatu institusi formal yang harus ikut bertanggung jawab untuk mengembangkannya keterampilan tersebut.
1. Rambu-Rambu Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan
Untuk melaksanakan pembelajaran keterampilan di SMP/MTs, perlu memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut:
a. Mata pelajaran keterampilan pada dasarnya adalah mata pelajaran praktik yang disampaikan dalam bentuk pembelajaran sebagai berikut:
1). Mengapresiasi bertujuan untuk mengembangkan wawasan, pemahaman, dan penghargaan terhadap karya kerajinan dan teknologi, yang dilakukan melalui membaca, pengamatan karya, dan pameran. Wawasan pengetahuan mengenai pengertian, latar belakang sejarah, jenis, fungsi, bahan, alat, teknik, dan wawasan kewirausahaan/ pemasaran produk kerajinan dan teknologi
2). Kegiatan mencipta/berkarya keterampilan bertujuan untuk menghasilkan produk karya kerajinan dan teknologi. Pembelajaran proses berkarya keterampilan dilakukan melalui kegiatan eksplorasi dan eksperimen bahan dan teknik berdasarkan gagasan (konsep) perancangan dengan mengambil unsur-unsur dari berbagai bentuk kerajinan dan teknologi (tradisi maupun modern) di seluruh wilayah Nusantara menjadi karya kerajinan dan teknologi yang layak digunakan.
3). Penyajian karya meliputi; penyajian dalam bentuk pameran, penyajian lisan atau tulis, apresiasi, promosi dan penjualan hasil karya, baik dalam lingkup kelas, sekolah, maupun masyarakat sebagai upaya membangun jiwa kewirausahaan peserta didik.
b. Materi pembelajaran keterampilan kerajinan dan keterampilan teknologi disesuaikan dengan minat dan kemampuan peserta didik serta kemampuan sekolah atau keadaan daerah. Materi pembelajaran kerajinan dan teknologi yang belum dapat dilaksanakan oleh sekolah dapat diberikan dalam bentuk apresiasi melalui pelajaran teori, melihat pameran, melihat produk teknologi, gambar, foto, membaca buku, dan analisis benda kerajinan/teknologi.
c. Alternatif pelaksanaan pembelajaran keterampilan sebagai berikut: Sekolah yang memiliki lebih dari satu guru bidang kerajinan dan teknologi, masing-masing guru memberikan pembelajaran keterampilan sesuai dengan bidangnya atau berkolaborasi dalamm bentuk team teaching. Setiap sekolah harus melaksanakan pembelajaran keterampilan yang meliputi aspek kerajinan dan teknologi, karena dalam laporan akhir hasil pembelajaran (raport) dituntut kedua aspek tersebut. Oleh sebab itu, baik kerajinan maupun teknologi harus diajarkan dalam setiap semester. Jika tidak memungkinkan satu guru mengajar kedua aspek tersebut, maka dilakukan dengan team teaching, sehingga kedua aspek tersebut terlaksana. Sekolah yang hanya memiliki satu guru keterampilan diharuskan melaksanakan pembelajaran keterampilan kedua aspek tersebut. Materi kompetensi aspek kerajinan dan teknologi dapat dipilih disesuaikan dengan kondisi sekolah, daerah, dan kemampuan guru yang ada.
d. Materi pembelajaran yang bersifat teoretik tidak diberikan secara terpisah, tetapi secara terpadu dengan materi kegiatan pembelajaran praktik berkarya.
e. Pembelajaran yang bersifat praktik (berkarya) lebih berorientasi pada proses dari pada hasil, sehingga lebih menekankan usaha prosedur, membentuk, dan mengungkapkan gagasan kreatif dari pada hasil. Proses pembelajaran yang baik, dengan prosedur yang benar akan menghasilkan karya yang baik pula. Membiasakan anak berproses dengan cara yang benar akan tanggung jawab untuk dapat menghasilkan karya yang baik pula. Membiasakan anak untuk disiplin, tekun, bekerja keras, akan mendidik anak tersebut memiliki budaya kerja yang baik.
e. Pembelajaran keterampilan menekankan penguasaan pengalaman keterampilan berkarya. Penguasaan keterampilan tersebut untuk mendukung pengembangan sikap dan perilaku produktif dan apresiatif terhadap proses dan hasil karya.
f. Untuk menunjang pembelajaran keterampilan kerajinan dan teknologi yang mengarah pada penguasaan keahlian profesional, perlu ditunjang dengan program ekstrakurikuler atau masuk dalam mata pelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (PDK) sebagai mata pelajaran mulok, sesuai dengan kemampuan sekolah, daerah, bakat, dan minat Peserta didik.
2. Pembelajaran Keterampilan ( Kerajinan dan Teknologi )
Pembelajaran keterampilan pada dasarnya adalah pembelajaran praktik. Pembelajaran keterampilan mengacu pada pembelajaran berbasis kompetensi yaitu model pembelajaran di mana perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi. Pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan agar segala upaya yang dilakukan dalam pembelajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang ditetapkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kompetensi adalah (1) penguasaan kompetensi oleh peserta didik, (2) penguasaan kompetensi peserta didik harus memiliki kesepadanan dengan kompetensi tersebut dimana digunakan, (3) aktivitas belajar Peserta didik bersifat perseorangan, dan (4) pembelajaran kompetensi harus ada bahan pengayaan (enrichment) bagi Peserta didik yang lebih cepat dan program perbaikan (remedial) bagi Peserta didik yang lamban, sehingga perbedaan irama belajar Peserta didik terlayani (Depdiknas.1999).
Mata pelajaran keterampilan meliputi kerajinan dan teknologi. Kerajinan menncakup beberapa cabang kerajinan dengan menggunakan bahan lunak, bahan keras baik alami maupun buatan, dan kerajinan alternatif (mixed media). dengan berbagai teknik. Keterampilan teknologi mencakup teknologi rekayasa, yang menghasilkan teknologi tepat guna, budidaya tanaman dan peternakan, dan pengolahan bahan makanan. Setiap cabang keterampilan memiliki ciri-ciri khusus berdasarkan pada bahan dan teknik pembuatanya. Pendidikan keterampilan menganut pandangan bahwa anak dilibatkan dalam proses kreatif, akan menghasilkan pengalaman nyata yang bermakna. Seseorang harus melukis untuk belajar melukis, seseorang harus mengukir untuk belajar ukir dan seterusnya. Oleh karena itu, pembelajaran yang melibatkan anak dalam aktivitas berkarya (learning by doing) dapat dilakukan melalui berbagai media dan teknik berkarya kerajinan dan teknologi.
Pembelajaran keterampilan dilaksanakan dengan bertolak dari pengetahuan, bahan, alat, dan keteknikan berkarya yang meliputi kerajinan berbahan lunak, keras, kerajinan alternatif (mixed media), baik alami maupun buatan. Keterampilan teknologi rekayasa, budidaya, dan pengolahan, penyajian kerajinan, dan wawasan pemasaran produk keterampilan.
Pembelajaran kerajinan dan teknologi di sekolah mengembangkan kemampuan dan keterampilan Peserta didik dalam berkarya. Pembelajaran keterampilan memberikan kemampuan bagi Peserta didik untuk membuat benda kerajinan dan teknologi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan praktis maupun kebutuhan akan kepuasan terhadap hasil ciptaannya.
Melalui pengalaman berkarya, peserta didik memperoleh pemahaman dan keterampilan tentang berbagai penggunaan media, baik media untuk berkarya kerajinan dan teknologi. Dalam berkarya, peserta didik belajar menggunakan berbagai teknik tradisional dan bantuan alat modern untuk mengeksploitasi bahan menjadi karya kerajinan yang berkualitas. Melalui belajar keterampilan, peserta didik belajar tekun, sabar, terampil, kreatif, dan bertanggung jawab terhadap proses dan hasil karyanya.
Dalam pembelajaran keterampilan, proses dan prosedur kerja sangat penting karena akan menghasilkan karya yang baik sesuai tuntutan konsep, fungsi, desain, kebutuhan yang dirancang. Pembelajaran kerajinan dan teknologi di sekolah dapat dilakukan dengan pendekatan di studio/laboratorium atau di kelas dan di luar kelas sesuai karakteristik jenis kerajinan dan teknologi.
Materi pembelajaran keterampilan meliputi kegiatan mengapresiasi, mencipta kerajinan dan teknologi, dan penyajian karya dalam bentuk pameran, apresiasi, promosi, dan wawasan pemasaran produk. Mengapresiasi keterampilan berarti mengenal, memahami, mengkomunikasikan, dan memberikan penghargaan terhadap karya kerajinan dan teknologi. Materi pengetahuan keterampilan pada dasarnya adalah pengenalan pengertian, latar belakang sejarah, jenis, fungsi, karakteristik bahan, alat, teknik pembuatan, dan wawasan pemasaran produk.
Berkarya kerajinan dan teknologi pada dasarnya merupakan proses membuat dan mengolah bahan dengan teknik tertentu untuk mewujudkan produk kerajinan dan teknologi. Dalam proses membentuk karya, Peserta didik perlu dilibatkan dalam berbagai pendekatan, seperti, mengobservasi, mencatat, membuat sketsa, membuat desain/skema, membuat resep, dan sampai membuat karya. Selain itu, melibatkan Peserta didik secara langsung dalam aktivitas berkarya keterampilan akan memberikan pengalaman nyata dan bermakna.
Mengolah media pada dasarnya adalah menggunakan bahan dan alat untuk membentuk benda kerajinan atau teknologi. Dalam membuat kerajinan, peserta didik perlu diperkenalkan dengan berbagai teknik penggunaan berbagai alat dan bahan, dengan memperhatikan keterbatasan maupun kelebihannya. Walapun demikian dalam membuat kerajinan dan keterampilan teknologi, peserta didik perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan kreasinya sehingga memberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya.
Selain berkarya kerajinan dan teknologi, materi pembelajaran keterampilan juga mencakup penyajian karya. Materi penyajian karya kerajinan dan teknologi meliputi pameran, penyajian lisan/tulis, apresiasi, promosi, dan penjualan karya kerajinan dan teknologi. Kegiatan ini dapat dilakukan di dalam kelas, sekolah, bahkan juga di masyarakat. Materi pokok pameran adalah penataan ruang, pemajangan karya, promosi, dan penjualan karya. Materi pameran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pameran. Kegiatan penyajian karya ini dalam kerangka untuk membentuk jiwa kewirausahaan peserta didik.
B. KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Pesertta didik dalam pembelajaran dapat berperan sebagai subjek dan/atau objek pembelajaran. Peserta didik sebagai subjek pembelajaran adalah Peserta didik sebagai pelaku belajar. Peserta didik sebagai objek pembelajaran adalah Peserta didik sebagai insan yang harus menerima materi ajar atau sasaran pembelajaran. Peserta didik sebagai subjek dan objek belajar memiliki ciri kepribadian yang dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu: (1) Watak, yang dibawa sejak lahir hampir tak dapat diubah, (2) Kecerdasan, dapat sebagai ramalan untuk menentukan keberhasilan, (3) Bakat, kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir. Bakat ini akan membawa anak pada cita-cita tertentu jika dilayani dalam pendidikan dengan baik, (4) Kepribadian, merupakan performance seseorang yang dapat dilihat dari tanggung jawabnya, perilakunya, motivasi dan sebagainya, dan (5) Latar belakang, ialah lingkungan di mana mereka dibesarkan, dididik sangat menentukan kepribadian seseorang.
Peserta didik SMPMTs adalah Peserta didik berada dalam perkembangan fisik dan psikologis usia remaja awal atau masa pubertas. Pribadi Peserta didik usia remaja awal mencakup intelegensi, daya kreativitas, kemampuan berbahasa, motivasi belajar, dan kondisi mental dan fisik. Pada masa ini Peserta didik mengalami banyak perubahan fisik dan pengembangan metal. Masa remaja dilihat dari aspek kognitif, anak sudah mulai dapat berpikir logis/rasional terhadap permasalahan yang kongkrit sampai berpikir abstrak. Masa remaja sudah dapat membentuk ide-ide, pemecahan masalah, dan menentukan masa depannya secara realistis. Dilihat dari aspek afektif masa remaja awal mulai mengembangkan berperilaku bertanggung jawab, mengenal nilai dan etika sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan sosialnya. Dari aspek psikomotorik usia remaja mulai dapat mengembangkan keterampilan dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara yang baik.
Peserta didik usia SMP/MTs menurut Rouseau usia (11 – 15 tahun) disebut sebagai masa pubertas yang ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk bertualang. Menurut Piaget, masa tersebut, disebutnya sebagai periode operasi formal, karena masa ini anak sudah dapat berpikir logis terhadap masalah yang kongkrit maupun yang abstrak. Mereka sudah dapat membentuk ide dan masa depannya secara realistis (Pidarta,1997).
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak menuju masa dewasa, tetapi belum dapat menunjukkan kedewasaannya. Pada masa ini, remaja memiliki ciri: kegelisahan atau keadaan tidak tenang, pertentangan baik dalam diri maupun orang lain, berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui, keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas, mengkhayal dan berfantasi, dan aktivitas berkelompok. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya dengan melakukan kegiatan bersama atau kelompok.
Melihat ciri perkembangan anak usia tersebut, memberikan gambaran para pendidik pada tiap jenjang atau tingkat pendidikan untuk menentukan arah pembelajaran atau pendidikan, menentukan metode atau model pembelajaran, meyiapkan materi pembelajaran yang tepat, dan menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan perkembangan usia tersebut.
Mencermati perkembangan anak usia tersebut dan hubungannya dengan teori belajar sangat berguna untuk mempelajari materi-materi yang rumit butuh pemahaman untuk pemecahan masalah dan pengembangan ide, sedangkan jika dikaitkan dengan teori belajar behavioristik bermanfaat dalam pengembangan perilaku-perilaku nyata seperti; rajin, mendapatkan nilai tinggi, tidak berkelahi, disiplin, dan sebagainya. Belajar keterampilan perlu memahami konsep, prinsip, dan prosedur dengan benar. Setelah pemahaman konsep dikuasai dengan baik mulailah melakukan latihan keterampilan dengan baik. Belajar keterampilan dengan cara diualang-ulang akan membentuk penguasaan kompetensi profesional sesuai perkembangannya.
Dengan memahami perkembangan anak, memahami teori belajar, dan memahami cara pembelajaran yang baik, proses pembelajaran perlu merenungkan simpulan dari Baller dan Charles ( Pidarta. 1997) bahwa anak yang berasal dari keluarga yang memberikan layanan baik, akan bersikap ramah, luwes, bersahabat, dan mudah bergaul. Anak yang dilahirkan dalam keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua, dan sulit diajak bicara. Anak yang diberikan pada keluarga yang acuh tak acuh pada anak, cenderung bersikap pasif, dan kurang populer di luar rumah.
Implikasi dari hal tersebut, sangat penting untuk dipahami oleh para pendidik untuk diaplikasikan dalam pembelajaran secara aktual di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan tulus, ramah, ikhlas akan dapat membekas pada diri peserta didik berperilaku tulus, ihklas, dan dikuasainya pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya. Pembelajaran yang dilakukan dengan sabar dan baik akan dapat memberikan penguasaan kompetensi yang baik pada diri peserta didik. Sebaliknya, pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak akan menjadikan beban, yang akhirnya membuat anak frustasi dalam hidupnya.
Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya).
Dalam tahap perkembangannya, Peserta didik SMP/MTs berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pengajaran keterampilan, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
1. Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia Peserta didik SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada Peserta didik adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Implikasinya dalam pengajaran keterampilan adalah bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Pengajaran Keterampilan akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik Peserta didik sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru Keterampilan, akan sangat membantu peserta didik dalam menguasai kemampuan berkarya keterampilan.
2. Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
a. Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena peserta didik masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini Peserta didik sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.
b. Tahap asosiatif
Pada tahap ini, seorang Peserta didik membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang Peserta didik masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
c. Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang Peserta didik telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena Peserta didik sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan tentang gerakannya.
3. Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan proses pengajaran keterampilan juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif Peserta didik. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang implikasinya dalam Peserta didik SMP lebih kurang sebagai berikut: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai.
Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan pengetahuan dan keterampilan. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku Peserta didik yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
a. Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri.
b. Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
c. Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dsbnya.
d. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
e. Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko.
f. Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain.
II. PENGERTIAN, PRINSIP, DAN TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN SILABUS
A. Pengertian Silabus
Secara umum istilah silabus dapat diartikan sebagai garis besar, ringkasan ikhtisar, atau pokok-pokok isi materi pembelajaran. Istilah silabus untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum yang berupa penjabaran lebih lanjut standar kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok materi pembelajaran yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetnsi dan kompetensi dasar.
Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
1. Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
2. Materi Pokok/Pembelajaran apa saja yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk mencapai Standar Isi.
3. Kegiatan Pembelajaran apa yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar.
4. Indikator apa saja yang harus dirumuskan untuk mengetahui ketercapaian KD dan SK.
5. Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
6. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
7. Sumber Belajar apa yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
B. Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Dinas Pendidikan.
1. Sekolah dan komite sekolah
Pengembang silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.
2. Kelompok Sekolah
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut
3. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Beberapa sekolah atau sekolah-sekolah dalam sebuah yayasan dapat bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini dimungkinkankarena sekolah dan komite sekolah karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.
4 Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.
Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional
C. Prinsip Pengembangan Silabus
Beberapa prinsip yang mendasari pengembangan silabus antara lain:
1. Ilmiah: Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan.
2. Relevan: Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis: Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4. Konsisten: Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai: Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual: Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel: Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya.
8. Menyeluruh: Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
D. Tahap-tahap Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat ditempuh melalui beberapa tahap antara lain:
1. Perencanaan: Tim yang ditugaskan untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multi media dan internet.
2. Pelaksanaan: Dalam melaksanakan penyusunan silabus, penyusun silabus perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
3. Perbaikan: Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat melibatkan para spesialis kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
4. Pemantapan: Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria rancangan silabus dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
5. Penilaian silabus: Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan mengunakaan model-model penilaian kurikulum.
III. KOMPONEN DAN LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SILABUS
A. Komponen silabus
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
1. Identitas Silabus
2. Standar Kompentensi
3. Kompetensi Dasar
4. Materi Pokok/Pembelajaran
5. Kegiatan Pembelajaran
6. Indikator
7. Penilaian
8. Alokasi Waktu
9. Sumber Belajar
Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus secara horisontal atau vertikal sebagai berikut.
Format 1: Horizontal
SILABUS
Sekolah : SMP
Mata Pelajaran : ........
Kelas : ......
Semester : .......
Standar Kompetensi : 1...........
2............
Kompetensi
Dasar
Materi Pokok/
Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi
Waktu Sumber
Belajar
Teknik Bentuk
Instrumen Contoh
Instrumen
Format 2: Vertikal
SILABUS
Nama Sekolah :....................................
Mata Pelajaran :....................................
Kelas/Semester :....................................
1. Standar Kompetensi : .......................
2. Kompetensi Dasar : .......................
3.Materi Pokok/Pembelajaran : .......................
4. Kegiatan Pembelajaran : .......................
5. Indikator : .......................
6. Penilaian : .......................
7. Alokasi Waktu : .......................
8. Sumber Belajar : .......................
Catatan:
* Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan siswa untuk mencapai SK dan KD
* Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran (n x 40 menit)
* Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber,atau lainnya.
B. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1. Mengisi identitas Silabus
Identitas terdiri dari nama sekolah, kelas, mata pelajaran, dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.
2. Menuliskan Standar Kompetensi
Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi diambil dari Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) Mata Pelajaran.
Sebelum menuliskan Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji Standar Isi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau SK dan KD;
b. keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
c. keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
Standar Kompetensi dituliskan di atas matrik silabus di bawah tulisan semester.
3. Menuliskan Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar dipilih dari yang tercantum dalam Standar Isi.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar;
b. keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran; dan
c. keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar antar mata pelajaran.
4. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:
a. relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
b. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
c. kebermanfaatan bagi peserta didik;
d. struktur keilmuan;
e. kedalaman dan keluasan materi;
f. relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan; dan
g. alokasi waktu.
Selain itu harus diperhatikan:
a. kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya;
b. tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa diperlukan oleh siswa;
c. kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya;
d. layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat;
e. menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.
5. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Kriteria dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses pembelajaran secara profesional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b. Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
c. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
d. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered). Guru harus selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
e. Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
f. Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai Kompetensi Dasar.
g. Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting artinya bagi KD-KD yang memerlukan prasyarat tertentu.
h. Pembelajaran bersifat spiral (terjadi pengulangan-pengulangan pembelajaran materi tertentu).
i. Rumusan pernyataan dalam Kegiatan Pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu kegiatan dan objek belajar.
Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru;
b. mencerminkan ciri khas dalam pegembangan kemapuan mata pelajaran;
c. disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar dan sarana yang tersedia;
d. bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan, kelompok, dan klasikal; dan
e. memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekonomi, dan budaya, serta masalah khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.
6. Merumuskan Indikator
Untuk mengembangkan instrumen penilaian, terlebih dahulu diperhatikan indikator. Indikator adalah suatu ciri atau tanda yang menunjukan bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi dasar yang dipelajari. Oleh karena itu, di dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria berikut ini.
Kriteria indikator adalah sebagai berikut.
a. Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
b. Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).
d. Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).
e. Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
f. Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
g. Menggunakan kata kerja operasional.
7. Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen.
a. Teknik Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.Teknik tes merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban betul atau salah.
Dalam melaksanakan penilaian, penyusun silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1) Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga memudahkan dalam penyusunan soal.
2) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator diujikan, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik.
5) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi. Apabila peserta didik belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti proses pembelajaran lagi, dan bila telah menguasai kompetensi dasar, ia diberi tugas pengayaan.
6) Peserta didik yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
7) Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan teknik penilaian yang tepat.
8) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian, baik formal maupun nonformal secara berkesinambungan.
9) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
10) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar peserta didik.
11) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.
12) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi peserta didik, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring (nurturant effect) dari proses pembelajaran.
13) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil dengan melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
14) Dalam mata pelajaran PAK, penilaian pada aspek afektif perlu mendapatkan bobot yang paling besar karena aspek ini merupakan tujuan utama dalam pembelajaran PAK. Selain dari guru, peserta didik juga diberi kesempatan untuk menilai dirinya sendiri dengan lembar penilaian yang disediakan oleh guru.
b. Bentuk Instrumen
Bentuk instrumen yang dipilih harus sesuai dengan teknik penilaiannya. Oleh karena itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa bentuk instrumen yang tergolong teknik:
1) Tes tulis, dapat berupa tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan dan sebagainya.
2) Tes lisan, yaitu berbentuk daftar pertanyaan.
3) Tes unjuk kerja, dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan uji petik kerja produk, uji petik kerja prosedur, atau uji petik kerja prosedur dan produk.
4) Penugasan, seperti tugas proyek atau tugas rumah.
5) Observasi yaitu dengan menggunakan lembar observasi.
6) Wawancara yaitu dengan menggunakan pedoman wawancara
7) Portofolio dengan menggunakan dokumen pekerjaan, karya, dan atau prestasi peserta didik.
8) Penilaian diri dengan menggunakan lembar penilaian diri
Sesudah penentuan instrumen tes telah dipandang tepat, selanjutnya instrumen tes itu dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan ragam teknik penilaian beserta bentuk instrumen yang dapat digunakan.
Tabel 1. Ragam Teknik Penilaian beserta Ragam Bentuk Instrumennya
Teknik Bentuk Instrumen
• Tes tulis • Tes isian
• Tes uraian
• Tes pilihan ganda
• Tes menjodohkan
• Dll.
• Tes lisan • Daftar pertanyaan
• Tes unjuk kerja • Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Uji petik kerja produk
• Uji petik kerja prosedur
• Uji petik kerja prosedur dan produk
• Penugasan • Tugas proyek
• Tugas rumah
• Observasi • Lembar observasi
• Wawancara • Pedoman wawancara
• Portofolio • Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau prestasi peserta didik
• Penilaian diri • Lembar penilaian diri
c. Contoh Instrumen
Setelah ditetapkan bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang hal itu menyu¬lit¬kan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran.
7. Menentukan Alokasi Waktu
Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu Kompetensi Dasar tertentu, dengan memperhatikan:
a. minggu efektif per semester,
b. alokasi waktu mata pelajaran, dan
c. jumlah kompetensi per semester.
8. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya.
IV. PENUTUP
Contoh silabus yang terdapat di dalam Lampiran 3 bukan contoh satu-satunya di dalam pengembangan silabus yang disusun berdasarkan Standar Isi. Untuk itu, diharapkan sekolah atau daerah dapat mengembangkan sendiri bentuk silabus yang lain.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, silabus harus dijabarkan lebih operasional dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
DAFTAR PUSTAKA
Cleaver, Dale G. (1966). Art: An introduction. New York: Harcourt, Brace & World, Inc.
Depdikbud. (1996). Kurikulum sekolah menengah kejuruan: landasan, program dan pengembangan. Jakarta: Dirdikmenjur
_________. (1997). Kurikulum SMK: Pedoman pelaksanaan kurikulum pola broad based Buku III. Jakarta: Dirdikmenjur
_________.(1999). Kurikulum SMK: Pedoman pelaksanaan. Jakarta: Dirdikmenjur.
_________. (1997). Keterampilan menjelang 2021 untuk era global. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas (2000) Standar pelayanan minimal SMK. Jakarta: Dikdasmen
________ (2001). Reposisi pendidikan kejuruan menjelang 2021. Jakarta: Dirdikmenjur.
Depdiknas (2002). Pedoman umum penyusunan silabus. Jakarta: Dikdasmen.
Dewantara, Ki Hajar (1971). Pendidikan seni. Yogyakarta: Majelis Luhur.
Dimyati. (1999). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djojonegoro Wardiman.(1998). Pengembangan sumber daya manusia melalui SMK. Jakarta: Depdikbud.
Dunn Stewart. (1990). Craft desain and technology. Singapore: Heinemann Asia.
Eisner, Elliot W. (1972). Educating artistic vision. New York: Macmillan Publishing Co.
Gie The Liang. (1996). Filsafat estetika. Yogyakarta: PUBIB.
Djohar. (1999). Reformasi dan masa depan pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Gafur, Abdul (1986). Disain Instruksional; Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Jefferson, Blanche.(1970). Teaching art to children. Boston: Allyn and Bacon.
Jones, Arthur F (19920. Introduction to art. New York: Harpercollins Publications.
Larkin, Diarmuid. (1981). Art learning and teaching. Melbourne: Cassell.
Mattil, Edward. (1971). Meaning in craft. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.
Monks. Knoers. Rahayu Siti. (2002). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiaannya. Yogyakarta: UGM Press.
Mukminan Dkk. (2002). Pedoman umum pengembangan silabus berbasis kompetensi Peserta didik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.
Pidarta Made. (1997). Landasan kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rohidi Rohendi Tjetjep. (2000). Kesenian dalam pendekatan kebudayaan. Bandung: STISI Press .
Soemarjadi, dkk. (1992). Pendidikan Ketrampilan. Jakarta: Depdikbud.
Sunarto, Hartono Agung. (1999). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar HAR. (1999). Pendidikan, kebudayaan, dan masyarakat madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Yarwood A, Dunn S. (1986). Desain and craft. London: Hodder and Stoughton.
Winkel WS. (1987). Psikologi pengajaran. Jakarta: Gramedia.
GLOSARIUM
Aplikasi: Teknik membentuk kerajinan dengan cara menempel dari bahan kertas, kain, vinel, dll yang sudah membentuk pola, objek, gambar/motif
Apresiasi: kemampuan untuk memberikan penghargaan terhadap karya seni disertai disertai pemahaman.
Apresiatif: pembelajaran apresiatif, disebut juga pembelajaran teori, pembelajaran yang berkenaan dengan aspek pengetahuan dan sikap.
Bentuk: aspek lahiriah karya; susunan garis, bidang, warna, tekstur, volume, dan ruang; juga menunjukkan gaya.
Ekspresi: ungkapan pikiran dan perasaan.
Estetika: pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, objek estetika adalah keindahan.
Estetis : pengalaman estetis, pemahaman terhadap hasil pengamatan terhadap bentuk yang membentuk pengalaman seni; nilai estetis media, hasil pengamatan terhadap sifat-sifat intrinsik bahan yang menimbulkan pengalaman seni.
Finishing: penyelesaian akhir benda kerajinan sebagai pengawet, pelapis, dan pemberi keindahan. Pelapisan akhir kerajinan dapat dengan cat, politur, melamin, semir, dan sebagainya
Karya imajinatif: gerak yang dilakukan berdasarkan ide dan pengalaman pribadi.
Kecakapan hidup (life skill): kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat, misalnya: kemampuan berfikir kompleks, berkomunikasi secara efektif, membangun kerjasama, melaksanakan peran sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kesiapan untuk terjun ke dunia kerja.
Kecukupan (adequacy): mempunyai cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran yang memadai untuk menunjang penguasaan kemampuan dasar maupun standar kompetensi.
Kompetensi dasar: kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimum yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh Peserta didik untuk standar kompetensi tertentu dari suatu mata pelajaran.
Kerajinan: benda karya seni rupa yang diciptakan berorientasi pada kebutuhan fungsional (baik fungsional praktis seperti asbak, tas, cermin maupun fungsional pasif seperti hiasan) dikerjakan dengan tangan maupun bantuan mesin
Keterampilan: kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan, terampil atau cekatan adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan cepat dan benar
Kompetensi lulusan: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan lulusan suatu jenjang pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Komposisi: susunan bentuk yang memiliki kesatuan, keseimbangan, dan irama; karya cipta (misalnya untuk, lukisan, musik, dan tari).
Konsistensi (ketaatazasan): keselarasan hubungan antarkomponen dalam silabus (kemampuan dasar, materi pembelajaran dan pengalaman belajar).
Makrame: Teknik pembuatan kerajinan dari bahan tali/benang dengan teknik simpul-simpul yang dirangkai membentuk hiasan atau benda pakai
Materi pembelajaran: bahan ajar minimal yang harus dipelajari Peserta didik untuk menguasai kemampuan dasar
Media: bahan atau alat yang digunakan untuk membuat karya seni rupa, dibagi menjadi dwimatra dan trimatra.
Pembelajaran berbasis kompetensi: pembelajaran yang mensyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau dikuasai Peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pendekatan hierarkhis: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas penjenjangan materi pokok.
Pendekatan prosedural: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas urutan penyelesaian suatu tugas pembelajaran.
Pendekatan spiral: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas lingkup lingkungan, yaitu dari lingkup lingkungan yang paling dekat dengan Peserta didik menuju ke lingkup lingkungan yang lebih jauh.
Pengalaman belajar: menunjuk aktivitas belajar yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan objek belajar untuk mencapai kompetensi dasar. Pengalaman belajar dapat dipilih sesuai dengan kompetensinya, dapat dicapai di dalam kelas dan di luar kelas. Bentuknya dapat berupa kegiatan mendemontrasikan, mempraktikan, mensimulasikan, mengadakan, eksperimen, menganalisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah dll. Dan bukan interaksi guru murid seperti mendengarkan uraian guru, berdiskusi di bawah bimbingan guru, dll.
Pendekatan Kontekstual: Contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep pembelajaran yang mengkaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi Peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
Promosi: Cara menawarkan atau mengenalkan produk pada masyarakat melalui pameran, iklan, poster, brosur, mas media, orang, dan sebagainya
Ranah Afektif: aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, dan perilaku
Ranah Kognitif: aspek yang berkaitan dengan kempuan berpikir untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, konseptualisasi, dan penalaran
Ranah psikomotorik: aspek yang berkaitan dengan kemampuan melakukan kegiatan yang melibatkan anggota badan, otot, dan gerak fisik
Teknik Raut: teknik membuat kerajinan kayu seperti topeng, patung menggunakan pisau dengan cara dirautkan/disayatkan pada kayu.
LAMPIRAN
CONTOH KATA KERJA OPERASIONAL
STANDAR KOMPETENSI
Contoh:
mendefinisikan mengidentifikasikan menyusun
menerapkan mendeskripsikan menyelesaikan
mengkonstruksikan mengenal
KOMPETENSI DASAR
Contoh:
mengidentifikasikan mendemonstrasikan membuat
menunjukkan menafsirkan menerjemahkan
membaca menerapkan merumuskan
menghitung menceritakan menyelesaikan
menggambarkan menggunakan menganalisis
menghitung menentukan mensintesis
mengucapkan menyusun mengevaluasi
membedakan menyimpulkan mendesain
memola menyeket mendeskripsikan mengidentifikasi mempraktikan memperagakan mengamati meneliti memamerkan
KETERANGAN:
1. Satu kata kerja tertentu, seperti mengidentifikasikan, dapat dipakai baik pada standar kompetensi maupun kompetensi dasar; perbedaannya terletak bahwa pada standar kompetensi cakupannya lebih luas daripada pada kompetensi dasar.
2. Satu butir standar kompetensi dapat dipecah menjadi beberapa butir kompetensi dasar.
3. Satu butir kompetensi dasar, nantinya harus dipecah menjadi minimal 2 indikator.
4. Standar kompetensi dan kompetensi dasar belum memuat atau bukan merupakan indikator