Bagaimana Kapasitas Baterai Smartphone Ternyata Tidak Menjamin Daya Tahan

Jika kita akan membeli smartphone, salah satu yang kita ingin ketahui adalah kapasitas baterai yang disematkan pada smartphone tersebut. Alasannya sederhana, pembeli ingin memiliki smartphone dengan baterai yang awet. Ada yang 2000 mAh, ada yang 3000 mAh, bahkan 4000 mAh atau lebih. Banyak yang beranggapan makin besar kapasitas sebuah baterai, maka daya tahannya juga akan semakin lama. Benarkah demikian?

Jika ingin membeli smartphone dengan daya tahan baterai yang lama kemudian memilih dengan kapasitas yang besar saja ternyata itu bukan acuan yang benar untuk mengetahui daya tahan baterai sebuah smartphone. Lantas apa acuan berikutnya? Jawabannya adalah jumlah Core dan Litografi Prosesor/SoC nya. Wah apalagi ini?

Secara sederhana Litografi ini menggambarkan jarak rata-rata antara transistor didalam sebuah prosesor. Dengan kata lain yaitu proses produksi atau teknologi pabrikasi untuk menggambarkan jarak transistor. Jadi jika jarak diantara transistor dalam SoC itu lebih pendek maka keuntungan yang akan didapat adalah suhu lebih dingin, lebih murah dan lebih kencang.

Oke kita bahas ketiga keuntungan tersebut;

1. Lebih Dingin dan Hemat Daya
Karena jarak yang kian pendek, gesekan antar elektron pun akan berkurang, ini akan membuat suhu kerja jadi lebih dingin. Selain itu, secara otomatis aliran listrik juga akan menjadi lebih efisien. Apa dampaknya?, jika ada dua arsitektur yang persis sama dan menggunakan litografi berbeda, maka yang lebih kecil akan lebih dingin dan lebih irit daya.

2. Lebih Murah
Keuntungan kedua adalah lebih murah. Bagaimana bisa seperti itu? Dengan ukuran SoC yang lebih kecil, Sebuah wafer silikon akan bisa menampung lebih banyak SoC dalam tiap “loyang”. Jadi, jumlah bahan dasar terbuang akan bisa ditekan dan waktu produksi akan lebih singkat. Akibatnya, biaya per SoC akan menjadi lebih rendah.

3. Lebih Kencang
Yang ketiga adalah lebih kencang walau bisa saja suhu kerja dan konsumsi daya dari sebuah SoC 28nm menjadi sama dengan dengan SoC 14nm. Akan tetapi, performanya bisa ditingkatkan secara drastis, clock bisa dinaikkan lebih tinggi, bahkan mungkin core bisa ditambah.

Namun ada beberapa catatan yang juga perlu kita perhatikan berkaitan dengan hal yang bisa mempengaruhi daya tahan baterai, yaitu;
  • Konsumsi daya SoC yang digunakan (Litografi sangat berpengaruh di sini)
  • Konsumsi daya komponen lain yang digunakan
  • Kualitas baterai yang digunakan
  • Power management (ini bisa membuat 2 smartphone dengan spesifikasi sama memiliki ketahanan baterai berbeda).
Dan berikut ini pembuktiannya, dimana dijalankan 2 smartphone Xiaomi dengan layar dan resolusi serta ukurannya yang sama, namun berbeda kapasitas baterainya:
Xiaomi Mi A1 (3080 mAh) VS Redmi Note 4 yang berbasis Mediatek (4100 mAh).
Grafik di bawah ini adalah hasilnya. (jagatreview.com)

  1. Xiaomi Redmi Note 4: Snapdragon 625 (8-core), Litografi SoC 14nm, Baterai 4100 mAh.
  2. Xiaomi Redmi 4X: Snapdragon 435 (8-core), Litografi SoC 28nm, Baterai 4100 mAh.
  3. Xiaomi Redmi A1: Snapdragon 625 (8-core), Litografi SoC 14nm, Baterai 3080 mAh.
  4. Xiaomi Redmi Note 4: Mediatek X20 (10-core), Litografi SoC 20nm, Baterai 4100 mAh.
Dari tabel diatas terlihat bahwa Xiaomi Redmi A1 (3) dengan baterai 3080 mAh ternyata hampir bisa atau boleh saya katan bisa menyamai performa yang baterainya 4100 mAh (Xiaomi Redmi 4X). Bahkan disitu dapat kita lihat ada satu smartphone dengan baterai 4100 mAh yang sukses dikalahkannya yaitu Xiaomi Redmi Note 4. (4) dan Redmi Note 4 dengan Snapdragon unggul jauh di sini.

Sekarang kita adu 2 smartphone Xiaomi dengan layar yang sama resolusi dan ukurannya, namun berbeda kapasitas baterainya: Xiaomi Mi A1 (3080 mAh) dan Redmi Note 4 yang berbasis Mediatek (4100 mAh). Grafik di bawah ini adalah hasilnya.
Keduanya menyuguhkan hasil yang nyaris sama persis. Bagaimana caranya sebuah smartphone dengan baterai 3080 mAh bisa menyamai atau bahkan mengalahkan yang baterainya 4100 mAh? Sekarang kita lihat 2 pengujian yang menampilkan performa keseharian, lengkap dengan efek suhu terhadap performa: Geekbench 3 Multicore dan PCMark.
Dan ternyata kedua smartphone ini bisa menghadirkan performa yang mirip. Bahkan Xiaomi Mi A1 bisa unggul dalam pengujian PCMark. Berarti, kedua smartphone ini memiliki performa yang serupa, dengan ukuran baterai yang berbeda jauh (sekitar 25%), tapi daya tahan baterainya SAMA. Kurang lebih seperti itu.

Jadi jawaban dari pertanyaan di awal terletak pada proses litografinya yang berbeda. Xiaomi Mi A1 menggunakan Qualcomm, Snapdragon 625 dengan litografi 14nm. Sementara itu Xiaomi Redmi Note 4 Mediatek (bukan produk resmi untuk pasar Indonesia) menggunakan Mediatek dengan litografi 20nm.

Efek samping dari litografi ini, performa Meditatek X20 yang menggunakan 10 core bahkan terkadang dapat disamai atau dikalahkan Snapdragon 625 (8 core). Hal ini terjadi, tidak lain karena suhu kerja yang terlalu tinggi saat pengujian yang membuat Redmi Note 4 Mediatek menjadi kepanasan SoC-nya dan terpaksa menurunkan performanya.

Satu hal yang perlu diperhatikan. Beda litografi ini umumnya akan membawa perbedaan bila arsitektur yang digunakan di kedua SoC yang dibandingkan sama, atau setidaknya mirip. Dalam hal ini, kedua SoC sama-sama menggunakan core Cortex dari ARM, sehingga perbedaan litografi benar-benar bisa terlihat.

Jadi, saat memilih smartphone, kita tidak bisa asal lihat jumlah core saja. Perhatikan pula litografinya, atau proses produksinya, atau mudahnya, “nanometernya”. Makin rendah, umumnya akan makin baik. Lebih irit, lebih kencang, dan lebih dingin, tentunya jika arsitekturnya mirip.

Sumber; jagatreview.com
LihatTutupKomentar