Macam-macam Norma Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Istilah Norma berasal dari bahasa Inggris, norm, bahasa Yunani nomoi atau nomos, dan bahasa Arab qo’idah yang berarti hukum. Norma merupakan institusionalisasi nilai-nilai yang diidealkan sebagai kebaikan keluhuran bahkan kemuliaan berhadapan dengan nilai-nilai buruk, tidak luhur atau tidak mulia. (Jimly Asshiddiqie, 2015:1)

Sejak kelahiran hingga akhir hayatnya, manusia selalu hidup berkelompok. Seorang ahli filsafat bangsa Yunani bernama Aristoteles dalam bukunya Politics mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon artinya manusia selalu hidup berkelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, manusia merupakan bagian dari manusia lain yang hidup bersama-sama. Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, ia akan tergabung dalam kelompok manusia yang memiliki keinginan dan harapan yang harus diwujudkan secara bersama-sama. Akan tetapi, sebagai makhluk individu tiap orang memiliki perbedaan pemikiran dan perbedaan kepentingan.

Menurut Roscoe Pound, dalam masyarakat terdapat tiga kategori kepentingan yang dilindungi (norma) hukum, yaitu sebagai berikut.
  • Kepentingan umum, terdiri atas : (1) kepentingan negara sebagai badan hukum untuk mempertahankan kepribadian dan substansinya, contohnya mempertahankan diri dari serangan negara lain; (2) kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan-kepentingan masyarakat, contohnya menjaga fasilitas-fasilitas publik/umum dan kestabilan ekonomi.
  • Kepentingan masyarakat, terdiri atas : (1) kepentingan masyarakat bagi keselamatan umum, contohnya perlindungan hukum bagi keamanan dan ketertiban; (2) kepentingan masyarakat dalam jaminan lembaga-lembaga sosial, contohnya perlindungan lembaga perkawinan atau keluarga; (3) kepentingan masyarakat dalam kesusilaan untuk melindungi kerusakan moral, contohnya peraturan-peraturan hukum tentang pemberantasan korupsi; (4) kepentingan masyarakat dalam pemeliharaan sumber-sumber sosial; (5) kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum untuk berkembangnya manusia ke arah lebih tinggi dan sempurna; (6) kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara individual, misalnya perlindungan kebebasan berbicara.
  • Kepentingan pribadi, terdiri atas : (1) kepentingan-kepentingan pribadi, contohnya perlindungan terhadap fisik, kehendak, berpendapat, keyakinan beragama, hak milik ; (2) kepentingan-kepentingan dalam rumah tangga, contohnya perlindungan bagi lembaga perkawinan; (3) kepentingan-kepentingan substansi, contohnya perlindungan harta benda. (Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, 2014:44-47).
Dalam kehidupan bermasyarakat, perbedaan kepentingan dapat menimbulkan adanya perselisihan, perpecahan, bahkan menjurus ke arah terjadinya kekacauan. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya benturan akibat perbedaan kepentingan tersebut, diperlukan suatu tatanan hidup berupa aturan-aturan dalam pergaulan hidup di masyarakat. Tatanan hidup tersebut biasanya disebut norma. Norma dibentuk untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia sehingga dapat terwujud ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat.

Seluruh kelompok masyarakat pasti memiliki aturan, bahkan ketika hanya ada dua orang berkumpul, pasti akan ada aturan atau norma yang mengatur kedua orang tersebut berinteraksi. Cicero (106 – 43 SM), seorang ahli hukum bangsa Romawi mengatakan ”ubi societas ibi ius” artinya di mana ada masyarakat, di situ ada hukum. Dimana ada dua orang atau lebih, maka hukum adalah sesuatu yang wajib ada untuk mengatur hubungan antara dua orang atau lebih tersebut supaya tidak terjadi kekacauan. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun di dunia yang tidak memerlukan hukum dalam kehidupannya. Siapapun dia, berumur tua atau muda, anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki atau perempuan, semuanya memerlukan hukum. Setiap kelompok masyarakat memiliki perbedaan corak budaya dan sifatnya. Oleh karena itu, aturan atau norma yang berlaku dalam setiap masyarakat tentu berbeda-beda. Norma pada hakekatnya merupakan kaedah hidup yang memengaruhi tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat. Juga dapat diartikan aturan atau ketentuan yang mengatur kehidupan warga masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku.

Norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat terdiri atas berbagai macam. Dalam pergaulan hidup manusia dikenal adanya berbagai penggolongan norma yang dapat dibedakan atas empat macam norma, yaitu norma kesusilaan, norma kesopanan, norma agama, dan norma hukum.

Macam-macam Norma

a. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan hidup yang berkenaan dengan bisikan kalbu dan suara hati nurani manusia. Kehadiran norma ini bersamaan dengan kelahiran atau keberadaan manusia itu sendiri, tanpa melihat jenis kelamin dan suku bangsanya. Suara hati nurani yang dimiliki manusia selalu mengatakan kebenaran dan tidak akan dapat dibohongi oleh siapa pun.

Suara hati nurani sebagai suara kejujuran merupakan suara yang akan mengarahkan manusia kepada kebaikan. Sebagai contoh, seorang yang memiliki hati nurani tidak mungkin mengambil dompet seseorang ibu yang jatuh atau tertinggal di tempat umum. Seorang siswa yang mengikuti suara hati nurani tidak mungkin menyontek ketika ulangan karena tahu menyontek itu perbuatan salah.

Norma kesusilaan sebagai bisikan suara hati nurani memiliki keterkaitan dengan norma agama. Hal itu mengandung arti bahwa ajaran norma agama juga mengandung kaidah kesusilaan, seperti ”jaga kehormatan keluargamu, niscaya hidupmu akan penuh martabat”. Norma kesusilaan juga dapat memiliki keterkaitan dengan norma hukum, seperti ”dilarang menghina nama baik seseorang”. Seseorang yang menghina orang lain akan dihukum pidana, dan secara nilai kemanusiaan ini merupakan pelanggaran kesusilaan. Norma kesusilaan juga menetapkan tentang perilaku yang baik dan yang buruk serta menciptakan ketertiban dalam hubungan antarmanusia. Karena norma susila berasal dari hati nurani, bagi pelanggar norma kesusilaan akan timbul perasaan penyesalan. Seseorang yang melanggar norma kesusilaan akan merasakan menyesal karena perbuatan salahnya tersebut.

b. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berhubungan dengan pergaulan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Norma kesopanan bersumber dari tata kehidupan atau budaya yang berupa kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam mengatur kehidupan kelompoknya. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kecenderungan berinteraksi atau bergaul dengan manusia lain dalam masyarakat. Hubungan antarmanusia dalam masyarakat ini membentuk aturan-aturan yang disepakati tentang mana yang pantas dan mana yang tidak pantas. Ada perbuatan yang sopan atau tidak sopan, boleh dilakukan atau tidak dilakukan. Inilah awal mula terbentuk norma kesopanan. Oleh karena norma ini terbentuk atas kesepakatan bersama, maka perbuatan atau peristiwa yang sama memungkinkan terbentuk aturan yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.

Norma kesopanan dalam masyarakat memuat aturan tentang pergaulan masyarakat, antara lain terlihat dalam tata cara berpakaian, tata cara berbicara, tata cara berperilaku terhadap orang lain, tata cara bertamu ke rumah orang lain, tata cara menyapa orang lain, tata cara makan, dan sebagainya. Tata cara dalam pergaulan dalam masyarakat yang berlangsung lama dan tetap dipertahankan oleh masyarakat, lama kelamaan melekat secara kuat dan dirasakan menjadi adat istiadat. Beberapa pendapat ahli membedakan antara norma kesopanan dengan kebiasaan dan hukum adat. Kebiasaan menunjukkan pada perbuatan yang berulang-ulang dalam peristiwa yang sama, kemudian diterima dan diakui oleh masyarakat. Sedangkan adat istiadat adalah aturan/kebiasaan yang dianggap baik dalam masyarakat tertentu dan dilakukan secara turun temurun.

Salah satu perbedaan kebiasaan dengan adat istiadat adalah kekuatan sanksi pada keduanya. Sanksi terhadap pelanggaran kebiasaan tidak sekuat sanksi pelanggaran terhadap hukum adat. Contoh pulang kampung saat menjelang perayaan Idul Fitri, Natal, atau hari besar keagamaan lainnya merupakan kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun apabila seseorang suatu saat pada perayaan tersebut tidak pulang kampung, maka sanksi dari masyarakat tidak sebesar orang yang melanggar aturan adat tentang perkawinan.

Sanksi terhadap pelanggaran norma kesopanan dapat berupa pengucilan, tidak disenangi, atau dicemoohkan oleh masyarakat. Sanksi berasal dari luar diri seseorang, berbeda dengan norma kesusilaan yang berasal dari diri sendiri. Lemah kuatnya sanksi dari masyarakat dipengaruhi oleh kuat tidaknya norma kesopanan tersebut dalam masyarakat. Contoh berjalan di depan orang yang lebih tua harus meminta ijin (permisi). Bagi masyarakat di daerah pedesaan pelanggaran ini akan mendapat teguran lebih tegas, dibandingkan dalam masyarakat perkotaan.

c. Norma Agama
Norma agama adalah sekumpulan kaidah atau peraturan hidup manusia yang sumbernya dari wahyu Tuhan. Penganut agama meyakini bahwa apa yang diatur dalam norma agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada nabi dan rasul-Nya untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia di dunia.
Pemahaman akan sumber norma agama yang berasal dari Tuhan membuat manusia berusaha mengendalikan sikap dan perilaku dalam hidup dan kehidupannya. Setiap manusia harus melaksanakan perintah Tuhan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Contoh pelaksanaan norma agama misalnya perintah melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. Melanggar norma agama adalah perbuatan dosa sehingga pelaku pelanggarannya akan mendapatkan sanksi siksaan di neraka. Norma agama hanya akan dipatuhi oleh orang yang beragama sehingga orang yang atheis (tidak percaya pada Tuhan) tidak akan mentaati dan mempercayai adanya norma agama.

Indonesia bukan negara yang mendasarkan pada satu agama. Namun, negara Indonesia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana ditegaskan dalam sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu juga ditegaskan dalam pasal 29 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pelaksanaan norma agama dalam masyarakat Indonesia bergantung pada agama yang dianutnya. Norma agama bagi penganut agama Islam bersumber pada al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Orang yang beragama Kristen dan Katolik pegangan hidupnya bersumber pada Alkitab. Umat Hindu pegangan hidupnya bersumber pada Veda. Tripitaka menjadi kaidah pegangan hidup penganut Buddha. Sementara itu, kitab suci Khonghucu adalah Shishu Wujing.

Norma agama dalam pelaksanaannya tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur bagaimana hubungan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dilengkapi dengan akal dan pikiran. Dengan akal tersebut manusia diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk tidak hanya memanfaatkan alam, tetapi juga harus memelihara serta melestarikannya. Manusia juga dituntut untuk menciptakan kebaikan dan kebahagiaan dengan sesama manusia. Oleh karena itu, dengan pelaksanaan norma agama, akan tercipta kepatuhan manusia kepada Tuhan dan keserasian manusia dengan sesama dan lingkungannya.

d. Norma Hukum
Norma hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat dan dibuat oleh badan-badan resmi negara serta bersifat memaksa sehingga perintah dan larangan dalam norma hukum harus ditaati oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim dapat memaksa seseorang untuk menaati hukum dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum. Norma hukum juga mengatur kehidupan lainnya, seperti larangan melakukan tindak kejahatan dan pelanggaran, larangan melakukan korupsi, larangan merusak hutan serta kewajiban memelihara hutan, dan kewajiban membayar pajak. Peraturan tersebut harus dilaksanakan oleh seluruh warga negara Indonesia

Pada hakikatnya, suatu norma hukum dibuat untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Untuk itulah, setiap norma hukum memiliki dua macam sifat, yaitu sebagai berikut.
  1. Bersifat perintah, yaitu memerintahkan orang berbuat sesuatu dan jika tidak berbuat maka ia akan melanggar norma hukum tersebut. Contohnya, perintah bagi pengendara kendaraan bermotor untuk memiliki dan membawa SIM (surat ijin mengemudi). Ketentuan pasal 281 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa ”Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memiliki SIM dipidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)”.
  2. Bersifat larangan, yaitu melarang orang berbuat sesuatu dan jika orang tersebut melakukan perbuatan yang dilarang maka ia melanggar norma hukum tersebut. Contohnya, larangan bagi pengemudi kendaraan bermotor melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan dan berbalapan dengan kendaraan bermotor lain (ketentuan pasal 115 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).
Negara Indonesia merupakan negara yang melaksanakan norma hukum. Hal itu dapat kita lihat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi ”Negara Indonesia adalah negara hukum”. Norma hukum mutlak diperlukan di suatu negara. Hal itu untuk menjamin ketertiban dalam kehidupan bernegara. Sebagai negara hukum, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk menegakkan hukum dalam kehidupan sehari-hari.
LihatTutupKomentar